Surveylance
Epidemiologi
Disusun
Oleh : Kelompok 6
-
Elbert Bayusri
-
Satria Riawati Simbolon
-
Syinta Arlinda
-
Darlina
-
Maisa Fandila
-
Ramona Juwita
-
Citra Oliani
1.1 Pengertian Surveylance Epidemiologi
Defenisi
Surveilans epidemiologi adalah
pengumpulan dan pengamatan secara sistematik berkesinambungan, analisa dan
interprestasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring
kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan
pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian
penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangan. (Noor,1997).
Istilah
surveilans digunakan untuk dua hal yang agak berbeda.
Pertama, surveilans dapat diartikan sebagai
pengawasan secara terus-menerus terhadap faktor penyebab kejadian dan sebaran
penyakit, dan yang berkaitan dengan keadaan sehat atau sakit. Surveilans ini
meliputi pengumpulan, analisis, penafsiran, dan penyebaran data yang terkait,
dan dianggap sangat berguna untuk penanggulangan dan pencegahan secara efektif.
Definisi yang demikian luas itu mirip dengan surveilans pada sistem informasi
kesehatan rutin, dan karena itu keduanya dapat dianggap berperan
bersama-sama.
Kedua yaitu menyangkut sistem pelaporan
khusus yang diadakan untuk menanggulangi masalah kesehatan utama atau penyakit,
misalnya penyebaran penyakit menahun suatu bencana alam. Sistem surveilans ini
sering dikelola dalam jangka waktu yang terbatas dan terintegrasi secara erat
dengan pengelolaan program intervensi kesehatan. Bila informasi tentang
insidens sangat dibutuhkan dengan segera, sedangkan sistem informasi rutin
tidak dapat diandalkan maka sistem ini dapat digunakan. (Vaughan, 1993).
Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas
distribusi, dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang
sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya yang secepat-cepatnya
(Gunawan, 2000).
Menurut WHO, surveilans
adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara
terus menerus serta penyebaran informasi pada unit yang membutuhkan untuk dapat
mengambil tindakan.
1.
Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan
memonitor individu individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius,
misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans
individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap
kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh,
karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas
orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus
penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah
transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last,
2001). Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS pada
tahun 1980-an dan SARS.
Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2)
Karantina parsial.
Karantina
total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular
selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina
parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan
tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit.
Contoh,
anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang
dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos
tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.
Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan
dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi,
akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk
mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan Upshur, 2007).
2.
Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi
penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap
laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus
perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.
Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya
didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans
tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans
vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara
dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak
program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu
penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing,
mengeluarkan biaya untuk sumber daya masing-masing, dan memberikan informasi
duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
3.
Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance)
melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)
penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan
deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa
diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati
indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala,
tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber,
sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.
Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal,
regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional
terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses)
berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut,
para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi
kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan
mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis
kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna
untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung,
dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan
sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al.,
2004; Sloan et al., 2006).
Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit
tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada
lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem
surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan
dengan menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008; Erme dan Quade,
2010).
4.
Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk mendeteksi
dan memonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan
melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral
untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit
dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan
sindroma dari klinik-klinik (DCP2, 2008).
5.
Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan
memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/
provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans
terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan
fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit.
Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan
kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et
al., 2006).
Karakteristik
pendekatan surveilans terpadu:
(1)
Memandang surveilans sebagai pelayanan
bersama (common services);
(2)
Menggunakan pendekatan solusi majemuk;
(3)
Menggunakan pendekatan fungsional, bukan
struktural;
(4) Melakukan
sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis
data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan
supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya);
(5)
Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun
menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit
yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO, 2002).
6.
Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern,
migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit
infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.
Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring
yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan,
peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka
penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang
muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru
muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda
surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk
pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (Calain, 2006; DCP2, 2008)
1.3 Contoh Kasus
Dalam melakukan
program pemberantasan penyakit DBD di suatu wilayah, kita memerlukan sektor
Dinas Pendidikan. Mengapa demikian dan peran apa yang diharapkan dari Dinas
Pendidikan ?
Berdasarkan
hasil analisis data surveilans, bahwa penyebaran DBD diwilayah tersebut ada
peranan Sekolah sebagai tempat penularan yang penting, karena berdasarkan data
sebagian besar penderita masih sekolah. kemudian data lingkungan tentang
Keberadaan Jentik menunjukkan bahwa semua sekolah yang ada diwilayah tersebut
positif ditemukan jentik (ABJ=0% dan Container Indeks (100%). Siapa yang
mempunyai kewenangan memerintahkan bahwa setiap sekolah harus menjaga
kebersihan? tentunya Dinas Pendidikan setempat. Untuk itu kita harus
menggandeng dinas pendidikan untuk berperan membantu kegiatan tersebut.
Stakehorders bukan
hanya lintas sector tapi bisa jadi lintas program. Misalnya program P2P dan
program promosi kesehatan di suatu Dinas kesehatan tertentu. Maka orang promosi
kesehatan mestinya harus mengetahui permasalahan dari orang P2P (Program
Pemberantasan Penyakit). Sehingga program promosi (penyuluhan) sesuai dengan
kebutuhan permasalahan yang ada. Kita tidak meragunkan kemampuan penyuluhan. Bagaimana
melakukan penyuluhan dengan baik.